Social Distancing, Akankah Berpengaruh Terhadap Nilai Produksi dan Konsumsi di Indonesia?

Oleh: Tania Stevani Desita  Mahasiswi STEI SEBI)

Negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia kini sedang dihadapkan pada tantangan besar penanganan wabah virus corona yang secara resmi diidentifikasi oleh WHO sebagai Corona Virus Desease-19 atau disingkat Covid-19. Pandemi yang bermula dari Kota Wuhan, Cina, ini telah menimbulkan global shock karena memang dalam beberapa dekade terakhir belum pernah kita mengalami serangan wabah virus dengan tingkat dan daya tular begitu cepat dan masif seperti virus corona ini.

Berdasarkan update data di Indonesia per 8 Juli 2020 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui info Line Siaga, total jumlah penderita positif corona di Indonesia mencapai 68.079 orang. Jumlah ini bertambah sebanyak 1853 orang dari hari sebelumnya.

Seorang ahli kesehatan dari Kanada, Jeff Kwong, mengatakan bahwa dalam menghindari perkembangan Covid-19, sesungguhnya yang diperlukan adalah physical distancing atau menjaga jarak aman antar individu dalam interaksi sosial. Sementara itu, di Indonesia menggunakan istilah social distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dalam kenyataan memang physical distancing tidak sepenuhnya dapat dipisahkan dengan social distancing. Akan tetapi, social distancing di dalamnya memiliki dimensi relasi sosial dan emosional. Oleh sebab itu, kebijakan social distancing kelihatannya belum sepenuhnya dipahami secara baik oleh masyarakat sebagai strategi pencegahan penyebaran Covid-19.

Banyak sekali dampak yang terjadi setelah pandemi Covid-19 ini. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada Triwulan I-2020 juga turun drastis hanya sejumlah 2,61 juta kunjungan, berkurang 34,9 persen bila dibanding tahun lalu. Hal ini sejalan dengan adanya larangan penerbangan antar negara yang mulai diberlakukan pada pertengahan Februari lalu. Jumlah penumpang angkutan rel dan udara juga tumbuh negatif seiring dengan diberlakukannya PSBB.

Penanggulangan wabah Covid-19 memerlukan pendekatan kultural, dan karenanya peranan para tokoh dan pihak-pihak yang memegang kekuatan kultural dalam masyarakat sangat vital. Perlu melibatkan pemerintah desa seperti RT, RW, dan kelurahan, selain Kepolisian dan TNI dalam hal pengawasan terhadap masyarakatnya. Di sisi lain, faktor ekonomi juga merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan, seperti kekhawatiran kehilangan pekerjaan.

Menurut salah satu Dosen Ekonomi Makro Islam di STEI SEBI Depok, Ustadz Rachmat Rizky Kurniawan, SEI, MM. beliau menyampaikan bahwa “masalah dari wabah Covid-19 ini sehingga social distancing diberlakukan, menyebabkan tingkat produksi dan konsumsi turun, akibatnya PHK dan pengangguran naik.

Adanya dampak pandemi Covid-19 menyebabkan terjadinya supply shock dan demand shock di masyarakat, dimana dalam hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi dan produksi.

Adapula untuk pola konsumsi di masyarakat menjadi lebih minimalis, dimana kini masyarakat hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan saja dan lebih berfokus kepada pola konsumsi di keluarga inti.

Sementara untuk pola produksi tentunya juga ikut berubah seiring dengan banyaknya pegawai yang di PHK kemudian mengurangi jumlah produksi. Dimana pelaku bisnis lebih selektif kepada produk-produk tertentu dan juga adaptif mengikuti permintaan pasar seperti masker, handsanitizer, face shield dan starterpack new normal yang lainnya.

Social distancing dan PSBB merupakan tindakan yang tidak mudah utuk dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Ditambah lagi kenyataan bahwa ada anggota masyarakat yang memang harus keluar rumah karena hanya dengan cara keluar rumah kelangsungan hidup keluarganya dapat dipertahankan. Para sopir ojek online dan pekerja sektor informal adalah kelompok yang berhadapan dengan pilihan-pilihan sulit saat ini. Last but not least, tidak ada pilihan lain, mengatasi wabah Covid-19 memerlukan sinergi bersama, kesadaran dan pengorbanan semua pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi juga dunia usaha, dunia pendidikan, dan masyarakat. Kepekaan sosial terhadap sesama merupakan kekuatan yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengatasi permasalahan ini.