RUU Cipta Kerja Bentuk BUMN-Khusus Gantikan SKK Migas, PKS: Perlu Pengawasan Super Ketat

DepokNews–Jakarta (5/9) Rencana Pemerintah membentuk BUMN Khusus pengganti SKK Migas mendapat tanggapan dari anggota Badan Legislasi DPR RI, Mulyanto.

Menurut Mulyanto pembentukan badan usaha penyelenggara kuasa pertambangan ini harus diawasi super ketat. Sebab lembaga ini memiliki wewenang yang sangat luas yaitu sebagai tugas regulator sekaligus pelaksana (doers).

Mulyanto menilai sebenarnya pembentukan BUMNK, pengganti fungsi dan peran BP Migas itu sudah agak terlambat. Jadi perlu digesa pembentukannya.

“Namun, perlu kehati-hatian terkait aspek pengawasan terhadap badan yang sangat powerfull ini. Dan sekiranya lembaga tersebut dibentuk, maka perlu pengawasan super ketat, agar pelaksanaan tugasnya sesuai dengan amanah yang diberikan serta tidak terjadi penyimpangan,” ujar Mulyanto di Jakarta (5/9)

Seharusnya, lanjut Mulyanto, sejak keputusan MK yang membatalkan BP Migas, sebagai Badan Pelaksana hulu Migas pada tahun 2012, lembaga tersebut sudah dibentuk. Pembatalan itu karena BP Migas sebagai penyelenggara kuasa negara di sektor hulu migas, yang berarti representasi negara, tidak layak untuk duduk satu meja mengikat kontrak karya dengan badan usaha.

Status Negara dinilai MK menjadi terdegradasi. Harusnya yang mengikat kontrak adalah sesama badan usaha.

Selain itu, fungsi BP Migas hanyalah pengaturan dan pengawasan tanpa fungsi pengusahaan. Sementara MK memaknai dikuasainya migas oleh negara berarti dilakukannya pengelolaan langsung migas oleh negara, agar diperoleh sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“MK membatalkan BP Migas dan mengembalikan tugas pengaturan dan pengawasan ini kepada pemerintah. Untuk sementara, sambil menunggu pembentukan Badan baru yang diamanatkan MK, Pemerintah membentuk SKK Migas. Ini sudah berjalan hampir 10 tahun.

Jadi untuk menindaklanjuti keputusan MK dan memperkokoh kelembagaan penyelenggara kuasa pertambangan di sektor hulu migas, RUU Cipta Kerja membentuk BUMN-khusus untuk menggantikan SKK Migas,” papar Mulyanto.

“Dengan demikian misi BUMN Khusus ini adalah untuk memaksimalkan amanat UUD tahun 1945 pasal 33, agar penguasaan negara atas migas dilakukan melalui pengelolaan migas secara langsung, sehingga dicapai sebesar-besarnya kemakmuran untuk masyarakat; serta tidak menurunkan derajat Negara dengan membiarkan posisi negara sejajar dengan badan usaha dalam mengikat kontrak.

Jadi memang sesuai amanat MK ini organ negara yang menjadi penyelenggara kuasa pertambangan migas tersebut bertindak sebagai “regulator” dan “doers” sekaligus.

Sementara dalam draft RUU Cipta Kerja, bentuk kelembagaan BUMN-Khusus ini masih belum jelas,” terang Mulyanto.
 
Anggota Komisi VII DPR RI ini setuju membentuk BUMN-khusus ini menjadi regulator sekaligus doers di sektor hulu migas dengan tugas menyelenggarakan pengelolaan sekaligus pengusahaan. Tujuannya agar pemasukan negara dari sektor hulu migas ini menjadi maksimal.

“Namun, kekuasaan yg demikian besar ini harus diawasi secara ketat. Bila tidak, maka akan kembali kepada kondisi zaman awal-awal pengelolaan migas kita, saat Pertamina menjadi regulator sekaligus doers.

Kemudian, Mulyanto menambahkan, agar BUMN-K ini hanya khusus menangani sektor hulu migas tidak ke sektor hilir, karena di sektor hilir sudah ada BPH Migas (regulator) dan Pertamina (doers).

Pertamina sebagai BUMN yang juga bergerak di sektor hulu migas, tetap eksis dan mendapat previlege dalam usaha hulu migas,” tandas doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang.