Rohis dan LDK Bukan Teroris

DepokNews–Depok (5/6) , Rangkaian aksi terorisme di Indonesia sering dikaitkan dengan aktivitas keagamaan. Eksistensi Kerohanian Islam (Rohis) di sekolah dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di perguruan tinggi acap disalahpahami sebagai penyemai bibit radikalisme. Pandangan miring itu ditepis Koalisi Masyarakat untuk Kebebasan Sipil yang meluncurkan gerakan #BersamaLawanTerorisme. Koalisi didukung Aliansi Perempuan Peduli Indonesia (Alppind), Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham) Indonesia, Lembaga Kajian Strategi dan Pembangunan (LKSP), dan Center for Indonesian Reform (CIR).

“Kita setuju terorisme adalah kejahatan serius dan mengutuk segala bentuk aksi terorisme. Tetapi menuding aktivis Rohis dan LDK sebagai sumber radikalisme dan terorisme adalah misleading, justru memperkeruh suasana dan menjauhkan dari solusi sebenarnya,” ujar Sapto Waluyo, pendukung koalisi sekaligus Direktur CIR. Rohis dan LDK selama ini berperan sebagai wadah pembentukan karakter siswa/mahasiswa, agar mereka memiliki mental yang tangguh dan peduli dengan masalah social dilingkungannya.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana, Muhammad Iqbal, sepakat untuk meluruskan pandangan miring terhadap Rohis dan LDK.Pemerintah justru harus merangkul aktivis masjid sekolah/kampus demi mencegah gejala terorisme. Hal itu diungkapkannya dalam focus group discussion (FGD) yang digelar di Hotel Santika, Depok (1/6) yang menampilkan Hidayat Nur Wahid selaku keynote speaker dan pembicara lain: Irfan Idris (Direktur Deradikalisasi BNPT), Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), Aan Rohana (Wakil Ketua Alppind), dan Ryan Muthia Wasti (Kepala Divisi Advokasi Paham Indonesia).

“Saya aktivis Rohis saat SMA. Saya merasa bersyukur karena di Rohis kepribadian saya terbentuk, jadi rajin belajar dan disiplin untuk mencapai cita-cita yang kita inginkan. Kalau tidak ikut Rohis mungkin saya sudah terjebak narkoba, geng motor atau pergaulan bebas,” papar Iqbal blak-blaksan. Begitu pula aktivitasnya di LDK saat kuliah membuka jalan untuk menempuh studi di luar negeri dengan memperoleh beasiswa. “Aktivis kerohanian di sekolah/kampus, tidak hanya Islam, itu bagus karena mematangkan kepribadian.Mereka bukan teroris. Orang yang terjebak terorisme itu biasanya labil jiwanya dan menghadapi persoalan hidup,” tegas Iqbal, alumni PPRA Lemhanas.

Direktur Deradikalisasi BNPT membantah telah mencurigai Rohis dan LDK. “Sebenarnya yang menyimpang itu oknum, dia yang memanfaatkan posisi Rohis/LDK atau pesantren. Jadi bukan lembaganya, ada oknum yang menunggangi,” jelas Irfan Idris. Namun, peserta FGD meminta ketegasan dan keterbukaan BNPT yang saat ini diberi kewenangan lebih luas oleh UU Tindak Pidana Terorisme yang telah dievisi. “BNPT harus memahami realitas di lapangan, tidak hanya mengeluarkan statement yang kontroversial. Misalnya, aksi solidaritas Palestina memicu radikalisme. Itu pernyataan keliru yang menyakiti hati umat Islam,” sahut Siti Zainab, Pembina Adara International.

Sebelumnya, Hidayat Nur Wahid yang tampil sebagai pembicara kunci juga menekankan agar aparat pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang menstigma kelompok tertentu, karena bisa menimbulkan masalah baru. “Pernyataan BNPT bahwa aksi solidaritas Palestina memicu terorisme justru bertentangan dengan pandangan Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan RI. Bung Karno menegaskan kewajiban bangsa Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina sampai kapanpun. Selama Israel masih menjajah Palestina, maka dunia tidak akan damai,” jelas Hidayat selaku Wakil Ketua MPR RI yang sering melakukan sosialisasi 4 pilar kehidupan bernegara di berbagai wilayah Indonesia. Aksi solidaritas terhadap bangsa terjajah sejalan dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.