Psikolog: Cegah Kasus Bunuh Diri, Seseorang Harus Miliki Kontrol Diri

DepokNews- Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, pelaku bunuh diri biasanya melakukan tindakan bunuh diri karena merasa bunuh diri adalah satu-satunya cara penyelesaian masalah yang dapat dilakukan. Hal ini terjadi karena sudah tidak dapat menemukan lagi cara lain.

“Dia merasa tidak dapat mendengarkan masukan dari orang lain,” katanya, Senin (19/3/2017).

Masalah berat yang dihadapi seseorang memang bisa menjadi pemicu bunuh diri. Namun penguasaan terhadap kontrol diri yang perlu dimiliki seseorang sehingga bisa menguasai masalah yang dihadapi. Dicontohkan bahwa masalah dengan keluarga/istri memang bisa dikatakan cukup berat. Tetapi hal remeh seperti dapat nilai ulangan jelek dan takut pulang saja juga bisa menjadi pemicu bunuh diri.

“Sehingga disini faktor kepribadian lebih berpengaruh daripada ‘masalahnya’ sendiri,” jelasnya.

Menyikapi kasus melakukan bunuh diri live di sosial media, Shinta melihat bahwa pelaku hanya ingin mendapatkan perhatian. Karena biasanya orang ingin bunuh diri karena merasa sendiri, tidak dipahami oleh lingkungan, tidak dimengerti serta merasa tidak disayangi. Sehingga dia berusaha mencari perhatian dari orang-orang sekitarnya.

“Seringkali tindakan bunuh diri tidak benar-benar karena ingin bunuh diri sehingga prevalensi percobaan bunuh diri lebih banyak daripada tindakan bunuh dirinya sendiri,” ungkapnya.

Pada banyak kasus, orang yang bunuh diri selalu ingin mendapatkan perhatian. Dan dalam banyak kasus pula mereka yang bunuh diri kerap meninggalkan wasiat dalam berbagai bentuk seperti surat. Hal itu pula yang ingin ditunjukkan Indra bahwa dirinya ingin mendapatkan perhatian sehingga meninggalkan ‘wasiat’ dalam bentuk rekaman di sosial media.

“Tujuannya untuk mencari perhatian orang lain dan membuat pihak-pihak terdekatnya merasa lebih bersalah,” tukasnya.

Hanya saja yang berbeda kali ini pelaku menggunakan sosial media sebagai medianya. Kalau dulu orang ada yang meninggalkan wasiat dengan menuliskan surat. Ini juga sebagai dampak dari kemajuan teknologi yang kurang dipahami secara bijak oleh penggunanya.

“Kemajuan IT memang ada positif dan negatifnya. Semua hal juga seperti itu. Yang pasti ini ‘memudahkan’ seseorang untuk mengkespresikan dirinya ke dunia luar, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Untuk orang dengan kondisi psikologis seperti itu memang nalar sudah tidak jalan. Yang penting tujuannya sampai,” pungkasnya.(mia)