Peran Audit Syariah dalam Tata Kelola pada Lembaga Keuangan Syariah

Oleh : :Haryati Mahasiswa STEI SEBI

Lahirnya lembaga keuangan Islam telah memberikan fenomena baru dalam industri keuangan global khususnya dalam bidang keuangan dan ekonomi Islam. Meskipun perhatian telah banyak diberikan pada bidang tersebut, tetapi banyak pekerjaan yang masih diperlukan untuk mendukung praktik berkelanjutan dalam keuangan syariah. Bank syariah didirikan untuk membantu umat Islam dan masyarakat umum karena kesadaran pentinya bisnis dalam kehidupan sehari-hari yang sejalan dengan adanya kepatuhan akan prinsip-prinsip Islam. Sehingga jika ada kasus tidak dipenuhinya kepatuhan syariah akan menodai reputasi Bank syariah dan menurunkan kepercayaan nasabah, investor, dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena hal itu, proses audit syariah dapat membantu LKI dalam menjaga kredibilitas, reputasi, dan mengurangi risiko masalah ketidakpatuhan syariah yang dapat menimbulkan kerugian jika LKI terkena tindakan hukum karena gagal mengatasi masalah ketidakpatuhan syariah dengan tepat.

Perkembangan audit syariah terkini di Malaysia telah diuraikan dalam pedoman “Kerangka Tata Kelola Syariah untuk Lembaga Keuangan Islam ” atau (Sharia Governance Framework) yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Malaysia (BNM) pada 20 Mei 2010. Pedoman tersebut menekankan bahwa audit syariah dapat dilakukan oleh auditor internal dari departemen audit internal lembaga keuangan tersebut dan harus berkompeten dalam hal pengetahuan dan pemahaman syariah khususnya tentang isu-isu syariah yang terkait dengan  produk dan operasional perbankan Islam.

Audit syariah menurut SGF 2010 adalah penilaian berkala untuk memvalidasi dan memberikan jaminan bahwa pengendalian internal perusahaan sudah berjalan efektif dan efisien serta sudah mematuhi prinsip-prinsip syariah. Selain itu, departemen audit internal diharapkan dapat bertindak sebagai konsultan bagi departemen lain dalam membuat internal kontrol yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan praktik audit syariah dan audit konvensional terletak pada tujuan utama audit syariah yang betujuan untuk memastikan internal kontrol sudah baik dan efektif dalam menjalankan kepatuhan syariah.

Di Malaysia, departemen audit internal umumnya mengadopsi Standar Internasional untuk Praktik Audit Internal Profesional yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditor (IIA) dan Pedoman Standar Audit Minimum untuk Auditor Internal Lembaga Keuangan yang dikeluarkan oleh BNM. Dan saat ini, belum ada standar yang dirancang khusus untuk proses audit syariah. Menurut sharia advisor BNM sekarang belum perlu untuk mengeluarkan kerangka kerja audit syariah yang terstruktur dalam rangka memastikan pertumbuhan dan untuk mempromosikan industri perbankan Islam. Karena menurutnya jika regulator terlalu ketat akan merugikan keuangan Islam yang pada akhirnya akan meredam industri keuangan Islam.

Pengetahuan keuangan, pengetahuan perbankan Islam, pengetahuan syariah dan pengetahuan audit internal sangat penting bagi auditor internal ketika mereka akan melakukan audit syariah. Proses audit syariah akan lebih efektif jika auditor internal memiliki pengetahuan yang relevan dan memadai tentang Fiqh Muamalat dan hukum Islam karena pengetahuan tersebut akan membantu mereka untuk memahami alasan ketidakpatuhan syariah atau masalah yang muncul selama proses audit syariah.

Dalam SGF (2010) disebutkan persyaratan kompetensi auditor internal, bahwa “fungsi auditor internal dapat dilakukan oleh orang yang telah mengikuti pelatihan dan pengetahuan yang memadai terkait syariah”. Namun istilah “memadai” belum didefinisikan secara jelas oleh BNM. Tidak jelas apakah auditor internal perlu sertifikasi profesional, kualifikasi universitas atau jam pelatihan. Jadi, belum ada persyaratan pengetahuan yang pasti untuk auditor internal saat melakukan audit syariah. Selain itu tingkat kerohanian auditor internal dan staf LKI juga dipertimbangkan sebagai elemen penting untuk efektivitas dan efisiensi dalam mempertahankan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah.

Sementara tantangan terbesar dalam menerapkan audit syariah yang efektif adalah kurangnya keahlian dan sumber daya. Banyak auditor internal yang tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman syariah yang memadai tentang keuangan Islam. Pada saat yang sama, banyak orang yang mengerti syariah tapi mereka tidak memahami sistem keuangan konvensional. Ini disebabkan karena kurangnya pelatihan yang diberikan selama di perguruan tinggi. Ini juga membuktikan pentingnya menggabungkan prinsip-prinsip syariah dalam gelar akuntansi dan keuangan di perguruan tinggi. Tidak adanya dukungan dari manajemen juga menjadi tantangan untuk penerapan audit syariah dalam lembaga keuangan syariah. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen tidak mempersepsikan bahwa audit syariah adalah hal yang penting karena sentimen bahwa proses audit syariah mirip atau sama saja dengan audit konvensional. Padahal manajemen adalah salah satu pihak yang memiliki peran penting dalam mempromosikan audit syariah.