Penjelasan Anggota KBP Soal Denda 100 Juta Calon Ketua PSSI Depok

DepokNews- Anggota Komite Banding Pemilihan (KPB) KLB Askot PSSI Kota Depok, Yedy Juansyah angkat bicara soal kisruh jelang Kongres Luar Biasa (KLB) Asosiasi Kota Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (Askot PSSI) Depok.

Yedy menjelaskan, sebagai salah satu anggota Komite Banding Pemilihan (KBP), awalnya ada enam orang, yakni dirinya, Syafril Arsyad, H. Isa Suratman, Dodi, Safrudin dan Anwar. Namun, Safrudin mundur karena mencalonkan sebagai Esco dan Anwar juga mundur karena menjadi OC.

Kemudian, pada pelaksanaann sidang KBP terkait dengan apabila salah satu calon ada masalah ketika ada masalah komite banding yang akan menyelesaikan.

“Ada calon Ketua Askot PSSI yaitu Meiyadi Rakasiwi, tapi dipermasalahkan lantaran status hukuman Komdis PSSI,” jelas Yedy yang didampingi dengan Dodi, yang juga merupakan salah satu KBP dan perwakilan 29 klub sepakbola yang ada di Kota Depok ini, di Delysh Cafe, Selasa (1/5/2018).

Yedy pun secara pribadi minta dua berkas calon ini dihadirkan, tetapi ditolak oleh ketua komite banding (Syafril). Sidang pun digelar KBP, guna membahas banding Meiyadi, pada 2 dan 4 April 2018, dengan empat anggota sidang.

“Disidang terbukti, Meiyadi Rakasiwi sudah berakhir masa hukuman, dari Sekjen PSSI, dan sudah bayar denda administrasi Rp100 juta, pada 18 Maret 2018. Ada bukti yang diperlihatkan pihak Meiyadi, dan dari aturan yang ada, bila hukuman telah selesai. Tapi denda belum dibayarkan, masa hukuman tetap berlaku. Namun, ketika denda sudah dibayarkan otomatis hukuman gugur. Jadi tidak ada masalah kalau dia (Meiyadi,red) ingin mencalonkan,” papar Yedy.

Yedy melanjutkan, hukuman Meiyadi hanya dilarang mendampingi di ruang ganti dan di lapangan, bukan melatih. Dirinya pun meminta arahan ke Provinsi atau PSSI Pusat, namun tidak dilakukan Syafril yang juga anggota KBP.

Akhirnya, ia yang melakukan klarifikasi ke pusat dengan salah satu anggota komisi disiplin, Lauren yang mengatakan bahwa surat Sekjen sudah merupakan bentuk dari selesainya hukuman Meiyadi. Tetapi, meski tidak mengeluarkan surat kemudian denda administrasi dibayar, artinya sudah selesai juga.

“Menurut Sjafril denda ini harus dibayarkan melalui rekening PSSI, karena dalam SK-nya seperti itu, ternyata dalam peraturan itu sudah di adendum, bahwa itu boleh diberikan dibayarkan langsung ke PSSI, bunyinya seperti itu. Kalau sudah dibayar hukuman selesai yang penting dalam adendum itu dibayarkan ke bendahara PSSI,” katanya.

Kemudian, begitu sidang ke 3 berlangsung Syafril tetap menolak yang
mengatakan bahwa surat Sekjen tidak ada artinya, kuitansi dan surat Asprov tidak dianggap dengan alasan kalau PSSI melakukan intervensi.

“Maksudnya Sjafril yang harus mengeluarkan Komdis dalam bentuk SK.
Tapi menurut PSSI tidak seperti itu, dalam statutanya secara administrasi sudah dibayarkan jadi PSSI tidak perlu keluarin surat karena sudah tertulis dalam SK itu. Tapi karena mungkin Meiyadi ingin membuktikan bahwa sudah selesai akhirnya Sekjen yang mengeluarkan surat. Dalam statuta, Ketua Umum PSSI, Asprov, Askot dan Komdis pun tidak boleh mengeluarkan surat menyurat, yang boleh Sekjen,” ungkap Yedy kembali.

Pada sidang ketiga pun Syafril menolak Meiyadi. Sementara dirinya dan Dodi meloloskan dengan bukti-bukti tadi. Sementara Syafril dan Isa tidak meloloskan. Dengan jumlah KBP empat orang, artinya posisinya 2-2.

“Akhirnya ia mengadu ke Asprov kalau meloloskan Meiyadi. Dari sidang pertama hingga ketiga pun saya tidak menandatangani berita acara. Di
akhir sidang, tolong dalam sidang ini, agar dimasukan apa yang ia sampaikan, yakni dalam Komite Banding, dua orang komite banding meloloskan Meiyadi Rakasiwi. Namun, hal tersebut tidak diloloskan oleh Ketua Komite Banding. Layaknya sebuah sidang, kami semua menandatangani. Tapi ditolak Syafril kalau saya tandatangan. Akhirnya keputusan itu tidak lama print outnya keluar dari sekretariat. Berarti keputusan ini sudah dirancang, saya meminta paraf saja tidak boleh. Alasan Syafril, elo kan menolak keputusan ini, elo tidak boleh tandatangan di sini. Akhirnya saya ke Asprov disusul dengan 29 vouter untuk melakukan mosi tidak percaya oleh panitia KLB,” bebernya.

Setelah itu dari Asprov mengundang untuk meminta penjelasan di Hambalang pada Selasa 11 April. Namun, dirinya bersama Dodi tidak diundang oleh Syafril dalam bentuk apapun. Tapi, diundang surat pembatalan undangan ke Hambalang oleh sekretariat, yang diundur ke Sekretariat Asprov di Loyada pada Rabu-nya.

“Karena saya secara pribadi bersama Dodi mengambil sikap bahwa ini adalah akal-akalan syafril. Akhirnya saya ke Hambalang, ternyata disana pun tidak ada pembatalan. Akhirnya saya menjelaskan apa yang saya temukan berikut bukti-bukti. Akhirnya diminta datang lagi diminta datang lagi ke Asprov pada 22 April,” ungkapnya.

Pada saat itu, hadir keempat KBP, berikut anggota Komite Pemilihan H, Sodik dan Anwar selaku OC. Namun, dalam sidang klarifikasi Asprov tersebut, Anwar mengisi daftar hadir selaku anggota KBP, saat itu pun ia melakukan interupsi, karena Anwar sudah tidak ada lagi di KBP, tapi di OC.

“Ketika saya menjelaskan, Anwar mengeluarkan surat kuasa sebagai
Anggota KBP menguasakan kepada Ketua KBP, dia mengikuti keputusan
ketua. Lagi-lagi saya menolak, dan saya bilang surat kuasa Anwar ke Syafril tidak pernah diperlihatkan dalam sidang-sidang komisi banding sebanyak 3 kali dan undangan yang selalu diberikan ke KBP tidak ada nama Anwar. Secara otomatis, Anwar bukan menjadi anggota banding. Itu sudah cacat hukum” paparnya.

Dari berbagai macam argumen dan Asprov memutuskan agar KLB ditunda,
sampai ada penambahan anggota KBP yang jumlahnya harus ganjir dan dipilih dari vouter. Tapi. Hingga, saat ini pun tidak juga dilakukan.

Menurut dia, banyak kejanggalan yang terjadi untuk menghentikan langkah Meiyadi Rakasiwi sebagai bakal calon. Ia pun menegaskan, dirinya membuka bukti-bukti tersebut bukan karena berada di kubu Meiyadi. Tetapi, ia ingin membela kebenaran.

“Ini tidak ada intervensi dari pihak manapun, yang ada kami ingin
meluruskan bahwa KBP ini sudah tidak bagus kerjanya,” tutup Yedy.(mia)