Penerapan Maqasid ‘Ammah (Maqasid Umum)

 (Oleh: Rizka Akmaliyah)

Maqasid ‘Ammah(Maqasid Umum) ketentuan Ekonomi Syariah

Maqasid ‘Ammah (tujuan-tujuan Umum) adalah tujuan disyariatkan beberapa kumpulan hukum atau lintasan hukum.

Diantara maqasid umum ada beberapa penerapan dalam ketentuan ekonomi Syariah tersebut :

  1. Setiap kesepakatan Harus Jelas

Setiap kesepakatan bisnis harus jelas dikarenakan dari pihak akad agar tidak menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak.

Untuk mencapai target ini. Syariat islam memberlakukan ketentuan tautsiq (pengikatan) dalam akad bermuamalah maliah, seperti ketentuan bahwa setiap transaksi harus tercatat (kitabah) di saksikaisn (isyhad) dan boleh bergaransi.

  • Setiap Kesepakatan Bisnis Haru Adil

Di anatara prinsip adil yang diberlakukan dalam bisnis adalah kewajiban pelaku akad untuk menunaikan hak dan kewajiban seperti menginvestasikannya dengan caracara yang baik dan propesional, menyalurkan dengan cara yang halal dan menunaikan kewajiban hak terhadap hartanya.

Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa dalam bisnis itu adalah bagaimana berbisnis dan mendapatkan harta itu dilakukan dengan cara yang tidak menzhalimi orang lain, artinya harta yang kita dapat kan bukan menguntungkan diri kita sendiri saja tetapi kedua belah pihak merasa untung dan senang, baik dengan cara kemersial atau pun nonkomersial.

Di antara sarana yang dilakukan syariat untuk mencapai tujuan adi yaitu berinfak dan tidak menghambur-hamburkan harta.

  • Komitmen Dengan Kesepakataa

Allah SWT. berfirman,

                                   Hai orang=orang yang beriman, penuhilah aqad=aqad itu’ ……(QS Al=Maidah [5]:1)

            Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban memenuhi setiap kesepakatan dalam akad, termasuk akad-akad bisnis. Karena setiap akad berisi hak dan kewajiban. Dan setiap kesepakaan bisnis akan berhasil itu ditentukan oleh komitmen peserta akad dalam memnuhi setiap kesepakatan akad.

  • Melindungi Hak Kepemilikan

 Para ulama sepakat bahwa mengambil harta orang lain dengna cara yang batil itu diharamkan. Oleh karena itu, Allah SWT.  memberikan hukuman atas setiap kejahatan terhadap harta (taddi ‘ala amwal).

            Mitchell N. Berman menjelaskan bahwa contoh prilaku melawan hukum sering kali di kombinasikan sehingga menciptakan ciri khusus adalah mencuri (stealing). Jika mencuri ditambah dengan menipu (deception) maka ia menjadi fraund atau alasannya palsu (false pretenses). Jika pencuri ditambah dengan ketidaksetaan (disloyalty) maka ia menjadi pengelapan (embezzlement). Jika mencuri ditambah dengan paksaan (coercion) berarti pemerasan (extortion). Mencuri di tambah dengan pengunaan kekuatan yng tidak dibenarkan berarti merampok (robbery) ketidak sesuain perilaku mencuri (stealing) dengan hukum pencurian (theft) yang telah ada, terkadang menjadikan perbuatan yang dianggap mencuri menurut moral menjadi tidak terkena sanksi pidana.

  • Ketentuan Akad=akad Syariah

Dalam teori akad=akad perpindahan hak milik (tamlikat) itu ada 5 tujuan (maqasid syariah) dalam ketentuan sah dan tidak sah akad tersebut

Kelima maqasid tersebut adalah distribusi (rawaj), jelas (wudhuh), terpeliha (hifdz), stabil (tsabat) dan adil (‘adl).

  • Harta Itu Harus Terdistribusi

Harta itu harus terdistribusi dan bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau distribusi.

Di antara sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan distribusi (tadawul) ini di antaranya:

  1. Islam mensyariatkan akad-akad baik akad bisnis (muawdhah) ataupun akad sosial (tabarru) agar setiap harta bisa berpindah tangan dari satu pihak ke pihak lain.
  2. Islam membolehkan akad-akad yang mengandung sedikit grarar seperti akad salam sebagai rikhsah (keringanan) sehingga harta bisa berpindah kepemilikan dengan akad-akad ini.
  3. Islam mensyariatkan akad-akad yang bersifat luzum tanpa pilihan kecuali jika disepakati ada syarat dalam akad.
  4. Islam melarang penimbunan uang karena jika uang tidak beredar, maka akan mengakibatkan tergangunya keseimbangan keuangan, perdagangan dan sosial.
  5. Islam melarang setiap bentuk praktik riba karena menghilangkan sikap simpati para pelaku riba terhadap sesama dan karena seluruh tujuannya adalah mendapatkan harta dari sekian banayak orang, termasuk dari harta=harta orang yang membutuhkan.
  6. Islam melarang perjudian karena merugikan produksi dalam umatini, melumpuhkan sumber daya insani sehingga tujuan investasi tidak tercapai karena dengan terkonsentrasinya harta hanya ditangan pelaku judi itu sesunggguhnya ditribusi yang berbahaya dan tidak melahirkan produksi termasuk implikasi moral yang timbul seperti permusuhan dan dengki.
  7. Memenuhi hajat akan harta, diantaranya dengan memudahkan ketentuan hukum terkait praktik muamala, di antaranya dengan menegaskan al-ashlu fi al-muamalat al-ibhah ( pada prinsipnya setiap praktik muamalat itu hukumnnya boleh).

Unsur dala akad muamalat terdiri dari memindahkan kepemilikan, mengugurkannya, mangqabdnya (serah terima), mengabungkannya, membuat kesepakatan, atau mengizinkannya.

  • Kewajiban Bekerja dan Memproduksi

Di antara kewajiban syariah adalah kewajiban bekerja dan memproduksi. Kewajiban ini berdasarkan istiqra terhadap dalil-dalil yang memberikan dilalah qath’iah (makna yang pasti) bahwa bekerja dan produksi itu hukumnya wajib

  • Investasi Harta

Investasi harta adalah salah satu tujuan yang allah tetapkan an harus dicapai dalam harta yang dimiliki setiap orang. Tujuan ini berdasarkan pada dalil yang tidak terbatas, di antaranya istiqra yang menjadi pijakan mujtahid dalam berijtihad.

Seluruh ulama telah konsensus, bahwa investasi harta itu hukumnya wajib bagi setiap individu maupun kelompok.

Dari aspek ekkonomi, jika harta di investasikan ia hanya menjadi seonggok harta yang tidak berguna. Islam tidak menyukai adanya tidndakan menimbun harta yang sia-sia. Di satu pihak islam memberi disentif terhadap saving yang tidak diinvsetasikan, namun di lain pihak  islam memberi insentif untuk melakukan investasi. Konsekuensi logis dari investasi adalah munculnya peluang untuk untung dan rugi.

  • Investasi dengan Akad Mudharabah

Maksud syari’ dala mudharabah bisa dilihat dalam dua hal berikut:

  1. Jika seseorang memiliki kelebihan harta dan memiliki kemampuan untuk mengolalanya, maka ia harus bekerja dan mengelolanya sendiri. Dan jika usaha berhasil, maka seluruh keuntungan menjadi haknya.
    1. Jika seseorang memiliki harta tetapi tidak mampu/tidak memiliki kemampuan dalam mengelola sendiri, maka ia harus menyerahkan kepada pihak lain untuk mengelolanya. Ini adalah salah satu tujuan maqasid syariah.
  2.  AlKharraj bi adhdhaman (keseimbangan antara keuntungan dan resiko)

Kaidah al-kharraj bi adh-dhaman ini adalah prinsip dala muamalat islam yang bersumber kepada dalil istiqra’ terhadap nash-nash syariat yang menghasilkan maqasid yang bestatus qath’i.

Penerapan prinsip al-kharraj bi abh-dhaman dalam kasus-kasus di atas sangat logis dan jelas. Kharraj itu maknanya adalah keuntungan, sedangkan dhaman adalah tanggung jawab atas kerugian/kerusakan.

Referensi di kutip dari buku Maqasid Bisnis dan Keuangan Islam oleh Dr. Oni Sahroni M.A dan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P