Norma Dalam Islam dan Keberuntungan

Oleh: Dani Yanuar Eka Putra, S. E, A.k (Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Depok dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Depok)

Masing-masing manusia memiliki perbedaan perspektif yg berbeda dalam tujuan hidup. Ketika tujuan hidup berbeda, maka dipastikan bahwa ukuran kebahagiaan seseorang juga berbeda. Semua memandang hal tersebut dengan ukuran dan cara pandang masing-masing. Seorang pakar ekonomi menganggap bahwa materi adalah tujuan hidup. Seorang pakar psikologi menyatakan bahwa tujuan hidup adalah terjaganya psikologi. Seorang dokter, seorang politikus, seorang ulama, dan seluruh profesi memiliki cara pandang yang berbeda tentang tujuan hidup dan kebahagiaan.

Dalam perspektif ekonomi yang berpaham orientalism, kapitalisme, atau bahkan sosialisme sekalipun tujuan akhir dari bisnisnya adalah kepuasan. Hal ini biasa dikenal dengan satisfaction. Kemudian dalam perjalanan ekonomi seluruhnya runtuh dan tidak mampu bertahan dalam perubahan dan kebutuhan zaman. Bergantilah dari satisfaction menjadi utility (kemanfaatan). Hal tersebut berdampak pada lahirnya beberapa teori dalam persoalan – persoalan kehidupan. Pada tahun 1960an, kemudian orang – orang mulai membicarakan persoalan etika. Hal ini dibicarakan dan didiskusikan sebagai langkah untuk mencari solusi atas beberapa konsep ekonomi yang telah gagal.

Dalam teori etika orientalism kita mengenal adanya utilities dan deantologis. Teori utilities menyatakan bahwa setiap aktifitas bisnis haruslah menghadirkan kemanfaatan. Manfaat yang melampaui individu dan para pelaku bisnis. Manfaat yang harus dirasakan oleh seluruh stakeholders dalam bisnis tersebut. Sedangkan dalam teori deantologis menyatakan bahwa segala bentuk aktivitas kebaikan adalah keharusan tanpa harus diwajibkan dan berkonsekuensi hukum. Berbeda halnya dengan teori etika dalam Islam. Salah satunya yang dirumuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Majelis Tarjih mendefinisikan etika adalah seperangkat norma yang berpijak pada Aqidah, Syariah, dan Akhlak yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bersumber dari etika Islam dengan tujuan akhir adalah falah. Falah yang dimaksud di sini adalah keberuntungan atau kemuliaan yang melampaui individu dan semesta. Bahkan lebih dari itu, falah yang dimaksud oleh Islam adalah keberuntungan atau kemuliaan yang melampaui fase kehidupan dunia. Falah pada saat di fase barzakh dan fase akhirat. Sebelum sampai kepada Falah, maslahah haruslah dirasakan. Maslahah dalam Islam layaknya disebutkan oleh Imam Asy Syatibi. Beliau menyatakan bahwa maslahah dapat diperoleh jika agamanya terjaga, jiwanya terjaga, keturunannya terjaga, dan hartanya terjaga. Islam sebagai agama yang sempurna telah melahirkan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk mencapai falah. Layaknya yang disebutkan di dalam surat Al-Imron ayat 102 – 108.

Seluruh profit dalam Ekonomi Islam haruslah dirasakan oleh pribadi, masyarakat, lingkungan, dan berdampak pada kehidupan setelah dunia. Layaknya sebuah doa yang diajarkan nabi untuk memohon kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat. Doa tersebut masyhur di kalangan kita dengan doa sapu jagat.

Oleh karena itu, untuk dapat mencapai kemuliaan dan menghadirkan kemaslahatan, maka setiap kita harus berpijak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Memegang teguh kepada keduanya ketika berhadapan dengan dinamika kehidupan. Hal tersebut dikarenakan al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber norma dari berbagai sumber lainnya.

Setiap kita yang saat ini diberikan amanah sebagai dokter, pengusaha, penegak hukum, pembuat kebijakan, akademisi, aktivis dan seluruh profesi yang ada haruslah berupaya, menimbang, dan memperhatikan seluruh ide/gagasan, kebijakan, pengamatan, hasil pengamatan, penelitian, dan seluruh yang berhubungan dengan profesinya agar berkesesuaian dengan sumber norma Islam. Ukurannya adalah seberapa besar kemaslahatan yang dihasilkan secara luas dan melampaui. Semoga kita semua mampu mengemban amanah sebagai khalifah yang Allah pilih untuk memajukan bangsa dan mencerahkan semesta. Karena Islam membawa rahmat bagi semesta alam. Wallahu a’lam