Memproduksi Konten Pornografi Menjadi Trend Global Remaja, Ini Kata Pengamat Sosial

DepokNews- Pengamat sosial budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rachmawati mengatakan, perilaku mengkonsumsi dan memproduksi konten pornografi memang menjadi trend global remaja dunia. Berbagi studi di Eropa memaparkan data-data yang mengejutkan bahwa remaja yang menjadi objek riset mengaku mengagumi para artis pemain film porno.
“Mereka melihat film porno bukanlah hal yang tidak beradab. Mereka kemudian melakukan proses fotokopi dari gaya hidup pemain film porno, yang tergambarkan dalam film dengan perilaku seks bebas dan tidak terkendali,” katanya, Jumat (27/10).
Masifnya serangan informasi melalui media membuat anak dan remaja terkepung dalam badai informasi baik yang positif dan negatif. Anak dan remaja yang secara kognisi dan emosi masih lemah, membuat hujan konten pornografi di gadget yang hidup 24 jam bersama mereka, menjadi sesuatu yang dinilai normal oleh para remaja. Karena dalam kondisi pasif sekalipun remaja dapat terpapar konten pornografi.
Ketika remaja tidak memiliki mentor dan “bimbel (bimbingan belajar)” tentang seks, maka internet menjadi satu satunya suhu dan “tempat kursus” yang menyediakan bimbingan privat bagi remaja untuk mempelajari pengetahuan tentang seks.
“Remaja secara psikologis memang dianugerahi dorongan alamiah untuk mencari tahu. Karena dengan dorongan inilah anak dan remaja akan maju untuk belajar. Sayangnya ketika dorongan ini bertemu dengan sumber yang “sesat” di dalam internet, maka yang kita lihat adalah kasus terkini tersebut,” ungkapnya.
Berkaca dari studi di Eropa, kondisi yang paling memprihatinkan ialah ketika remaja sudah tidak merasa bersalah dan menyesal tentang perilaku seks di luar ikatan pernikahan dan bahkan mempertontonkannya. Ketika setiap hari anak dan remaja melihat tayangan aksi porno para remaja akan melakukan proses ATM (Amati Tiru dan Modifikasi). Merespon kejadian video viral aksi porno oleh remaja, ada baiknya kita tidak gegabah mengambil sikap.
“Perbuatan tersebut ialah perbuatan yang memalukan. Sehingga menyebarkan menjadi perbuatan yang tidak bijak dan tepat. Karena selain menambah beban pelaku, berarti kita pun sebagai penyebar secara tidak langsung turut serta sebagai promotor tayangan pornografi,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan, pelaku perlu dirangkul untuk dibantu agar tidak mengalami guncangan dan mendampingi agar tetap mampu menjalani masa depan dengan positif. Selain itu perlu secara serius diadakan studi untuk mencari tahu akar persoalan dan melakukan berbagai upaya mencegah agar tidak terulang kejadian serupa. Artinya perlu ada kesadaran untuk saling menjaga dan mengingatkan semua pihak agar di masa datang tidak ada perilaku yang tidak bermoral, yang didokumentasikan dan tersebar luas.
“Karena pelaku tidak sepenuhnya salah.
Lingkungan yang memungkinkan seseorang melakukan perbuatan tidak beretika,” pungkasnya.(mia)