KPI Ingatkan Media Pemberitaan yang Proporsional Soal Radikalisme

DepokNews- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memperingati pada media agar memberikan suguhan pemberitaan proporsional terhadap gerakan radikalisme. Pasalnya maraknya gerakan radikalisme saat ini juga dipicu dari pemberitaan media massa.
“Tayangan media sedikit banyak mempengaruhi adanya radikalisme. Contohnya saja anak-anak yang menonton bom Thamrin. Mereka berlagak heroic dengan memakai pistol-pistolan dan bersembunyi di balik mobil,” kata Komisioner KPI, Obsatar Sinaga saat Rapat Pimpinan KPI 2017 di Depok, Rabu (15/11).
Hal itu kata dia mengilustrasikan apa yang dilihat anak-anak maka itu yang dilakukan. Sehingga menjadi penting bagi media untuk memberikan suguhan beirta yang proporsional terkait radikalisme dan terorisme.
Oleh karenanya, KPI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sepakat untuk mencegah tindakan radikalisme.
“Kita undang Kepala BNPT apa saja yang sudah mereka lakukan dan kemudian sinerginya apa dari pihak media. KPI membantu untuk membungkus tugas penanggulangan radikalisme,” tandasnya.
Ketua KPI Yuliandre Darwis menambahkan penyebaran ideology yang tidak sesuai dengan prinsip kehidupan merebak begitu luas melalui media penyiaran. Hal itu berdampak signifikan dalam tatanan kehidupan. Padahal salah satu tujuan diselenggarakannya penyiaran dalam UU adalah memperkukuh integrasi nasional.
“Karenanya lembaga penyiaran khususnya televisi harus dapat membendung nilai dan ideologi yang dapat membahayakan NKRI,” katanya.
Hadirnya muatan siaran yang tidak sehat itu kata dia merupakan implikasi dari tidak diberikannya secara utuh kewenangan KPI dalam mengatur seluruh masalah penyiaran. Dia berharap dalam Rapim ini dapat menyatukan pandangan, gagasan, dan sikap bersama.
“Tujuannya untuk memperbaiki dan mewujudkan penyiaran nasional sehingga sesuai dengan cita-cita serta harapan bersama untuk kepentingan bangsa dan Negara,” tukasnya.
Di tempat yang sama Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius menuturkan, paham radikalisme sudah menyasar ke anak dibawah umur. Dia menuturkan, saat ini bukan hanya orang dewasa yang sudah disusupi paham ini. Laporan yang dia dapat, anak usia dini sudah mulai disusupi paham ini.
“Saya dapat kabar dari pak Solahudin (pengamat teroris), bahwa radikalisme sudah masuk kemana-mana bahkan sampai anak PAUD, itu fakta silahklan cek ke pak Solahudin. Ada cerita anak dibawa ibunya ke mal, terus anak itu enggak mau katanya itu punya orang kafir. Ini kan bahaya,” katanya.
Dia pun mengimbau para orangtua untuk terlibat aktif memberikan pengawasan pada putra-putrinya, baik itu di sekolah maupun di rumah. Bahkan dia meminta Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Agama melakukan rekruitmen yang baik terhadap tenaga pengajarnya.
“Ini juga orangtua jangan melupakan begitu saja, ibu bapak harus ikut bertanggungjawab. Ada dua arah dalam pembinaan, orangtua bisa memantau sampai sejauh mana ini anak-anak di sekolah,” paparnya.
Dia berharap seluruh lapisan masyarakat untuk turut berperan dalam mencegah keberadaan pelaku teroris di lingkungannya masing-masing. System alert warning kata dia harus dilakukan untuk mencegah radikalisme.
“Tolong kalau ada yang ngontrak atau tamu dikasih kewajiban untuk lapor. Interaksi antar masyarakat itu penting. Bisa saja tinggal dikontrakan enggak berinteraksi ada apa? Kalau sistemnya dibangun dari yang terkecil tingkat RT dan RW, saya rasa enggak ada tempat itu pelaku teroris,” tandasnya.(mia)