Kolaborasi Indonesia-Jepang dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan

DepokNews –Tokyo (6/4), Kolaborasi antar lembaga Indonesia dan Jepang tak hanya menyangkut bidang inovasi teknologi, melainkan juga peningkatan kualitas pendidikan. Hal itu dinyatakan oleh Rahmat S. Syehani, Direktur SIT Nurul Fikri, yang ikut dalam delegasi MITI-CSDS dalam muhibah ke Jepang. Disamping mengikuti simposium internasional dan melakukan focus discussion group, Rahmat berkesempatan memberikan pelatihan di YUAI International Islamic School, Yoyogi Uehara, Jepang.

“Saya diminta berbagi pengalaman tentang paradigma dasar pengembangan kurikulum dalam pendidikan Islam. Sekolah Islam Terpadu (SIT) telah memiliki pengalaman panjang sejak dirintis tahun 1990-an. Kiprahnya tidak hanya diakui secara domestik, yakni memberikan kontribusi dalam sistem pendidikan nasional, namun juga diakui lembaga mancanegara,” ungkap Rahmat penuh rasa syukur. Dalam pelatihan itu ikut serta Natasha Rubyk, Kepala Departemen Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan SIT NF.

Pelatihan diikuti pengurus yayasan dan guru-guru YUAI IIS yang berasal dari berbagai negara yang tinggal di Jepang. Salah seorang peserta dalam workshop itu adalah Dr. Tareek, yang menyatakan sangat berterima kasih mendengar pengalaman nyata dari Indonesia. “Kami mendapatkan banyak pencerahan dari paparan yang disampaikan. Kami siap berkolaborasi dalam berbagai aspek, insya Allah,” ujar Tareek yang menjadi guru di YUAI IIS.

Kolaborasi pertama yang akan dilakukan adalah pendampingan pengembangan kurikulum untuk YUAI IIS oleh SIT Nurul Fikri. Salah seorang Pendiri YUAI IIS dan sekaligus Kepala Sekolah, Yetti Dalimi, berkeyakinan pemantapan kurikulum merupakan fondasi utama peningkatan kualitas pendidikan, disamping integritas dan kompetensi pengajar atau pengurus.

“Kami sangat tertarik dengan kurikulum yang sudah dikembangkan SIT dan terbukti menghasilkan peserta didik dengan pemahaman Islam yang baik serta pengetahuan umum sesuai standar. Kami sedang mengembangkan kurikulum pendidikan Islam yang bersifat multikultural karena melibatkan guru dan peserta didik dari berbagai bangsa,” Yetti menjelaskan.

Peneliti CSDS, Sapto Waluyo, memandang kolaborasi dalam bidang pendidikan sangat strategis bagi pembangunan bangsa. “Jepang diakui sebagai salah satu negara yang paling maju dalam sektor pendidikan. Saat mengalami kehancuran dalam Perang Dunia II, Kaisar Jepang saat itu hanya bertanya: berapa jumlah guru yang masih hidup? Dari sektor pendidikan itu, Jepang membangun kembali negeri yang hancur, sehingga menjadi kekuatan ekonomi dunia,” jelas Sapto. “Pendidikan di Jepang sangat mengutamakan pembentukan karakter dan pelestarian budaya. Itu sejalan dengan tujuan pendidikan Islam. Para pegiat SIT di Indonesia perlu menjawab tantangan pendidikan multikultiral di era globalisasi.”

Kolaborasi antar lembaga pendidikan di Indonesia dan Jepang merupakan langkah penting untuk membangun dunia baru yang didasari semangat saling percaya dan menyebar misi Islam yang damai.