“Percakapan digital adalah lahan yang subur untuk kebohongan karena lawan bicara tidak bisa melihat ekspresi dan nada bicaranya. Dan sayangnya, manusia sangat mudah dibohongi,” kata Tom Meservy, professor Teknik Informatika Universitas Brigham Young, Amerika.
“Kami di sini mencoba untuk menemukan metode tepat agar dapat mendeteksi sebuah kebohongan dalam teks,”kata Tom.
Untuk membuktikannya, Messervy dan rekannya Jeffery Jenkins, melakukan uji coba terhadap 100 mahasiswa dari dua kampus di Amerika. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana “kebohongan online” terjadi dalam percakapan secara digital dan apa cirinya.
Peneliti membuat sebuah program di komputer seperti dalam mesin penjawab layanan jasa online yang digunakan kepada peserta penelitian dari dua kampus tersebut.
Peneliti meminta kepada para mahasiswa untuk berbohong saat menjawab separuh dari 30 pertanyaan yang diberikan. Ternyata untuk membuat jawaban bohong tersebut mereka membutuhkan waktu 10 persen lebih lama dibanding bila memberi jawaban yang jujur. Mereka butuh waktu mereka-reka jawaban.
“Dari eksperimen tersebut, kita menemukan tanda-tanda kebohongan yang sulit dideteksi manusia namun bisa di deteksi secara sistem saat itu juga,” kata Meservy. Namun, bukan berarti setiap kali pasangan lama membalas SMS, berarti dia sedang berbohong.
Sementara itu, menurut psikolog dari Universitas Virginia, Bella DePaulo, Ph.D mengatakan semua orang pernah berbohong pada pasangannya. “Dari penelitian di tahun 2006, hampir semua peserta uji coba berbohong satu hingga dua kali sehari,” katannya.
Dan dalam hubungan suami isteri, DePaulo menemukan hal menarik bahwa setiap harinya orang yang berselingkuh mengaku berbohong soal hal-hal kecil sebesar 10 persen, untuk menyembunyikan perselingkuhan mereka.
“Mereka rela berbohong hal yang sepele setiap harinya, agar menutupi pengkhianatan besar yag dilakukannya terhadap pasangan hidup mereka,” kata DePaulo.
Sumber: www.Sciencedaily.com. www.psychologytoday.com,