Indonesia Butuh Jihad Kebangsaan

DepokNews — Depok-Fenomena maraknya aksi teroris yang mengatasnakam jihad masih menjadi ancaman bagi masyarakat dan Negara. Hal itu dibenarkan Direktur Lembaga Kajian Keislaman Darul Fattah Ust. Ahmad Solechan dalam acara Halaqoh Nasional dengan tema “Reaktualisasi Jihad Untuk Kebangsaan”. Pasalnya, adanya pembiasan pemaknaan jihad yang melukai nilai-nilai kemanusiaan dan berlawanan dengan teks-teks ajaran Islam sendiri.

“Saat ini ada yang mempertanyakan perlunya penggantian pancasila, ingin mendirikan khilafah di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai lahan jihad atau berperang, thogut dan lainnya. Padahal NKRI adalah sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. Untuk itu, perlunya reaktualisasi jihad dalam makna yang luas untuk kesejahteraan masyarakat dan bangsa,”ujarnya saat ditemui seusai acara. Islamic Centre, Bekasi, Selasa (20/2).

Dirinya berharap adanya pelurusan pemahaman jihad yang tidak hanya bermakna perang. Selain itu, dari acara Halaqoh yang diikuti perwakilan dari Ulama, tokoh masyarakat, mahasiswa, LSM, Ormas dan lainnya mampu menyebarkan nilai pada keluarga dan masyarakat. Diantaranya dengan melawan ketimpangan, kekurangan dalam masyarakat. Sehingga, tidak terjebak dalam pemahaman jihad secara sempit. “Kita berharap kepada para peserta mampu menyebarkan Islam yang damai dan Rahmatan Lil ‘Alamin. Menetralisir provokasi, tempat kajian, medsos, yang mengancam bagi kehidupan kebangsaan. Sehingga, Indonesia menjadi Negara yang kuat dan maju,”terang warga Depok ini

Halaqoh Nasional tersebut dihadiri tiga narasumber yaitu: Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Masykuri Abdilah, Peneliti Kajian Keislaman Darul Fattah Dr. Imdadun Rahmat dan Dr. Fathuri Wahmad.
Jihad Dalam Makna Luas

Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Masykuri Abdillah menuturkan bahwa jihad memiliki makna yang luas sekali. Menurutnya, banyak lahan Jihad di Indonesia karena masih ada kemiskinan sekitar 10 persen. Belum lagi, lanjutnya, kebodohan, ketertinggalan, sosial, kesehatan, pendidikan dan lainnya.

“Melawan terorisme sendiri adalah termasuk jihad. Bahkan, menjaga keutuhan kehidupan, kebutuhan sandang, pangan, papan juga adalah termasuk jihad,”paparnya.

Menurutnya, saat ini dikenal Islam radikal, konservatif fanatik dan ekstrimis. Ia menilai, kelompok ekstrimis lebih berbahaya karena dalam menjalankan tujuannya dengan kekerasan dan menganggap yang lain salah. “Abdullah Azzam pendiri ISIS dengan konsep global jihad. Ini perlu diwaspadai, karena menjadi ancaman bagi kehidupan dan umat manusia,”jelasnya.

Hal serupa diutarakan Peneliti Kajian Keislaman Darul Fattah Dr. Imdadun Rahmat. Menurutnya, para ekstrimis tersebut memiki pemahaman yang merujuk pada penafsiran teks Al-Qur’an oleh Sayyid Qutub. “Kata jihad sendiri disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 41 kali. Namun, mereka memaknai jihad hanya melihat pada 3 ayat saja yang lebih khusus menjelaskan tentang perang dan menghapuskan teks yang lain. Yaitu: hubungan antara muslim dan non muslim, muamalah dan lainnya,”paparnya.

Untuk itu, lanjutnya, perlu diwaspadai bila ada kajian atau ajaran yang mudah mengkafirkan orang lain. Pasalnya, dari pemahaman itu bisa mengarah pada aksi ekstrimis dan teroris. “Padahal, jihad itu luas sekali. Seperti: dalam pengadaan obat yang murah, kesehatan yang baik dan terjangkau juga bagian jihad. Yang lebih penting lagi, menjaga keutuhan agar tidak terjadi perpecahan pada masyarakat yang berbeda ras, suku, agama, dalam bingkai NKRI. Jihad kebangsaan diperlukan saat ini,”tandasnya.

Dalam kesempatan tersebut juga menghadirkan narasumber Dr. Fathuri yang menyoroti resolusi jihad NU. Menurutnya, saat itu dimaknai bukan untuk Islam. Namun, resolusi jihad itu untuk mengumandangkan membela tanah air dari serangan penjajah.