Fenomena Salah Fokus

Oleh : Darihan Mubarak (Ketua Umum Islamic Economics Forum STEI SEBI)

Adalah sebuah kebenaran sikap jika seseorang menganggap sesuatu yang besar adalah besar, memperlakukan sesuatu yang bernilai sebagai sesuatu yang bernilai, menganggap raja adalah raja, menuhankan Tuhan, menistakan sesuatu yang nista, dan memuliakan sesuatu yang mulia. Jika setiap manusia berlaku demikian, maka kemenangan adalah sebauh keniscayaan. Namun jika tidak, seseorang telah jatuh pada tindakan menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, dalam bahasa Alqur’an, inilah yang disebut sebagai sebuah kezhaliman. “Maka Siapakah yang lebih zhalim dari orang-orag yang diperingatkan oleh ayat ayat Tuhannya, lalu dia berpaling dan melupakan apa yang telah dilakukan oleh kedua tangnnya”, firman Allah dalam sebuah ayat.

Dalam banyak tempat, alquran mengulang ngulang sebuah tindakan yang saya sebut sebagai fenomena salah fokus. salah satu penyebab terbesar dari fenomena ini adalah manusia menggunakan timbangan/alat ukur yang salah dalam bersikap dan dalam memutuskan suatu perkara. Kesalahan alat ukur akan menyebabkan kesalah hasil, maka jika ini terjadi secara makro, kerusakan akan terjadi dimana-mana. Oleh karena hal ini, manusia sering memperhatikan sesuatu yang seharusnya diabaikan, dan mengabaikan sesuatu yang seharusnya diperhatikan. Maka setidaknya ada dua sikap yang harus dimiliki oleh manusia, yakni kemampuan memperhatikan dan kemampuan mengabaikan.

Mengapa banyak remaja Muslim yang terjebak dalam hubungan pacaran?Mengapa jika sudah mampu tidak menyegerakan pernikahan?

Mengapa banyak pejabat yang mengaku Muslim terjebak dalam tindakan korupsi?

Mengapa Qarun qarun baru yang menumpuk harta dan menghitung hitungnya bermunculan?

Mengapa begitu banyak rezim rezim zhalim yang seolah olah tidak akan tergantikan, lalu secara perlahan mewarisi sifat firaun yang bertindak seolah olah ia adalah Tuhan?

Mengapa begitu banyak Haman Haman baru yang mengarahkan pengetahuannya untuk tunduk dan patuh kepada Firaun sang Pembangkang?

Mengapa Negara Negara adidaya yang katanya sejahtera secara hitung hitungan angka namun sebagai lumbung kriminalitas dan kekacauan?

Mengapa pembunuhan merajalela?

Mengapa penista agama dibela dan yang mebela agama dinista?

Jawabannya sederhana, yakni karena manusia telah menggunakan timbangan yang salah dalam memutuskan.  Dan manusia sering memperhatikan sesuatu yang seharusnya diabaikan, dan mengabaikan sesuatu yang seharusnya diperhatikan.

Allah s.w.t berfirman :

“Demi Alquran yang Hakim (Q.S Yasin (36) : 2)

Hakim berarti bijaksana, ia juga bisa berarti pemberi keputusan. Maka pantaskah pemberi keputusan diperlakukan hanya sebagai sebuah bacaan biasa tanpa ditadabburi kandungannya? Jauh sungguh jauh, persepsi dan keyakinan salah inilah yang menyebabkan salah fokus secara besar besaran terjadi. Alquran menggambarkan  bahwa manusia yang berakal dan paling logis adalah orang yang beriman. Selain dari orang yang beriman, Allah menyebut mereka sebagai orang yang tidak nggunakan akal dan tidak logis. Mengapa demikian? Karena Allah menyebut dunia sebagai sesuatu yang bersifat jangka pendek dan akhirat sebagai sesuatu yang bersifat jangka panjang. Lalu siapakah yang lebih logis, orang yang ingin mkendapatkan sesuatu yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang atau orang yang hanya menginginkan sesuatu yang berfsifat jangka pendek saja? Sebagai penutup, penulis mengutip sebuah ayat yang sering disebut sebagai fenomena tiga diatas delapan.

Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Q.S. At-Taubah (9) : 24)