ETIKA BERKAMPANYE

Oleh : Hamdi, S.Sos**

 

Kampanye adalah upaya mempropagandakan partai atau calon pemimpin (nasional dan lokal) dan program-programnya dalam rangka menarik dukungan  dan simpati masyarakat.  Melalui kampanye, suatu partai dapat memperkenalkan program-programnya sekaligus dapat menarik simpati pemilih agar memberikan hak suara dan dukungan mereka kepada partai atau calon pemimpin tersebut.

Di tahun politik seperti sekarang ini kampanye menjadi media yang ampuh untuk “menjual” partai politik, calon legislatif dan calon pemimpin yang diusung dengan membawa visi, misi dan segudang janji-janji program.  Di era milenium ini kampanye tidak hanya dilakukan di dunia nyata (lewat rapat, diskusi dan debat terbuka) tetapi juga dilakukan di dunia maya melalui sarana media sosial, seperti twitter, instagram, facebook, whatsapp, dan sejenisnya.  Media kampanye yang terakhir ini memiliki kelebihan yaitu mampu menjangkau wilayah yang lebih luas dan kecepatan mengakses informasi/materi kampanye yang disuguhkan kepada pengguna media sosial (sebagai target sasaran kampanye).

Dengan semakin variatifnya media kampanye, di satu sisi menguntungkan bagi calon pemilih untuk mengenal lebih jauh calon-calon yang akan berkompetisi di ajang pemilihan umum. Di lain sisi, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tim sukses (timses) masing-masing calon untuk membuat kemasan kampanye yang kreatif, menarik dan, edukatif sekaligus bisa menjual sang calon.

Terlepas dari model dan cara kampanye yang beragam tersebut, ada satu hal yang harus dikedepankan oleh calon-calon yang akan berkompetisi dan timsesnya yaitu tentang etika berkampanye.  Ada lima rambu etika berkampanye yang bisa menjadi panduan bagi para peserta kampanye yang sesuai dengan norma agama dan budaya kita serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

  1. Jujur

Kejujuran merupakan salah satu kunci sukses dalam komunikasi politik. Kejujuran juga modal yang sangat berharga bagi seorang calon pemimpin. Jika saat menjadi calon pemimpin sudah terlihat kejujurannya (termasuk dalam berkampanye), insyaa Allah jika kelak terpilih sikap jujur itu akan tetap melekat dalam dirinya. Dalam kampanye ia tidak akan menggunakan jurus  tipu-tipu (misalnya hoax) dan mengumbar janji demi meraih simpati dan suara calon pemilih.

 

  1. Keteladanan

Kampanye hendaknya menampilkan dan menyampaikan program-program partai dengan cara dan keteladanan yang terbaik (ihsan). Di antara etika kampanye yang terbaik dan simpatik adalah mengedepankan keunggulan partai yang bersangkutan tanpa perlu menjelekkan dan mengejek orang, partai atau golongan lain, seperti black campaign (kampanye hitam) dan hate speech (ujaran kebencian).

Partai yang baik dan program yang bagus juga harus disampaikan dengan cara-cara yang bagus dan profesional. Rasulullah SAW. Bersabda : “Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat sebaik-baiknya (ihsan) dalam segala sesuatu.” (HR. Muslim).

 

  1. Persaudaraan

Kampanye yang baik haruslah tetap menjaga persaudaraan, tidak ghibah, saling caci maki dan mencemooh kompetitor. Kampanye bukanlah arena untuk memuaskan selera dan hawa nafsu. Perkataan yang diucapkan dan sikap yang ditampilkan harus selalu mencerminkan rasa persaudaraan sesama anak bangsa. Tidak boleh berprasangka buruk apalagi melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, karena hal itu akan menimbulkan kerenggangan dan perseteruan yang mengganggu persaudaraan. Menang dan kalah itu wajar dalam setiap ajang kontestasi, tetapi persaudaraan sesama  anak bangsa harus menjadi prioritas dan tetap dijaga.

 

  1. Edukatif

Kampanye adalah sarana pendidikan politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kesantunan, yakni mengajak dengan cara persuasif, tidak memaksa atau intimidasi. Dalam kampanye tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, seperti dengan cara politik uang dan premanisme politik. Kampanye juga harus tertib, tidak mengganggu dan menghindari acara yang kurang bermoral. Jika dilakukan di tempat terbuka, pelaksana dan peserta kampanye juga harus memberikan hak-hak kepada pengguna jalan. Misalnya, mengatur arus lalu lintas agar tidak menimbulkan kemacetan.  Dengan demikian, kampanye edukatif ini menuntut setiap partai dan juru kampanye agar lebih inovatif, kreatif dan proaktif.

 

  1. Perbaikan

Kampanye hendaknya dapat memberi kemaslahatan dan solusi bagi bangsa baik material maupun spiritual. Misalnya dalam pembuatan spanduk, stiker atau perangkat kampanye lain, juga harus memuat pesan yang baik dan mencerdaskan bagi masyarakat, seperti jargon “Ayo Tolak Politik Uang dan Premanisme Politik”, “Mari Berkampanye Secara Damai dan Santun”, dan “Kami Siap Menang dan Siap Kalah”. Rasul SAW bersabda : “Di antara kebaikan Islam seseorang, (dia) meninggalkan apa-apa yang tidak berguna.” (HR. Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

 

Semoga kampanye sekarang ini menjadi sarana  pembelajaran yang efektif dan edukatif bagi masyarakat untuk menyeleksi dan memilih pemimpin dan legislator di negeri ini yang memiliki kapabilitas dan kredibilitas serta berintegritas tinggi. Kampanye sejatinya bisa menjadi sarana edukasi dan pencerahan bagi masyarakat dan bukan sebaliknya menjadi alat provokasi dan pembodohan bagi calon pemilih.  Semoga.

 

*Tulisan ini buat untuk mengisi kolom Opini di Depok News.

**Penulis adalah anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI). Tinggal di Depok. HP : 0812 8706 0192.