Datangi Ponpes Al Hikam Menhan Gaungkan Semangat dan Bela Negara

DepokNews- Dalam rangka acara Halaqah Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara, Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu mendatangi Pondok Pesantren Al Hikam di Beji Depok, Selasa (31/20).
Sebelum berbicara di depan peserta, Menhan menyempatkan ziarah ke makam pendiri Ponpes Al Hikam, KH Hasyim Muzadi. Di makam yang ada di area ponpes itu, Menhan mendoakan bersama jajarannya. Setelah itu Menhan bergabung dengan peserta dan pembicara lainnya.
Dalam sambutannya Menhan mengatakan, bangsa Indonesia memerlukan semangat dan kesadaran bela negara dalam menghadapi derasnya fenomena persaingan mempertahankan eksistensi suatu bangsa dalam era globalisasi baru. Era Globalisasi baru yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari pola perubahan akibat proses modernisasi yang sarat dengan pola Persaingan Ekonomi antar bangsa serta saling ketergantungan satu dengan yang lain.
“Dimana bentuk persaingan yang dinamis ini dapat berdampak terhadap perubahan sistem politik, hukum, mental dan budaya, serta penghayatan terhadap ideologi suatu bangsa,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sebagai Menhan dan pribadi dirinya tidak ingin Indonesia kalah dan gagal dalam persaingan modernisasi. Karena hal itu dapat mengancam eksistensi dan Keutuhan Negara Kita, karena dalam persaingan Globalisasi,  yang kuat keluar sebagai pemenang dan menjadi pemimpin serta pasti akan menjajah.
“Sementara yang lemah akan kalah dan menjadi pecundang dan akan terus terjajah. Sehingga dalam hal ini, saya memandang sangat perlu untuk selalu mengingatkan dan menyampaikan tentang Pentingnya Penanaman niai-nilai Kesadaran Bela Negara sebagai modalitas kekuatan dan pengikat jati diri bangsa agar kita bersatu dan berhasil dalam menghadapi setiap tantangan dalam dinamika globalisasi,” jabarnya.
Menhan berpandangan, saat ini kondisi global diwarnai pada fenomena kembalinya semangat Nasionalisme akibat mulai timbulnya kesadaran kolektif akan pentingnya kemurnian jati diri sebagai fondasi ketahanan nasional suatu bangsa didalam menghadapi berbagai potensi ancaman dan tantangan yang dapat merintangi pencapaian tujuan nasionalnya. Brexit di Inggris merasa dirugikan dengan persatuan Eropa, dimana  Euro dianggap sebagai mata uang yang hanya menguntungkan negara tertentu. Di belahan lain, Erdogan muncul sebagai Nasionalis Populis di kejayaan era Otomania yang berbasis Islam Suni. “Presiden Baru Amerika, Donald Trump dengan Konsep “Make America Great Again” juga mengedepankan semangat Nasionalisme yang relatif antiglobalisasi. Serta terpilihnya Presiden Baru Perancis, Emmanuel Macron, dengan kebijakan ekonomi Perancis yang cenderung Protektif (Melindungi Produksi dalam negeri),” paparnya.
Dinamika perkembangan lingkungan strategis baik Global, Regional maupun Nasional dewasa ini telah mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi Pertahanan Negara khususnya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah. Tantangan tersebut kemudian berevolusi menjadi Ancaman Strategis terhadap Kedaulatan Negara; keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Keselamatan Bangsa dan akan semakin berkembang menjadi bersifat multidimensional, fisik dan nonfisik, serta berasal dari luar dan dari dalam negeri. Diingatkan bahwa fenomena Potensi ancaman terhadap NKRI terbagi menjadi Dimensi Ancaman utama.
“Yang pertama adalah Ancaman Belum Nyata, Yaitu ancaman Perang Terbuka antar Negara. Namun demikian, kita harus tetap perlu waspada dengan penyiapan dan pengembangan Alut Sista yang memiliki Efek Gentar Tinggi mengingat dimensi ancaman belum nyata ini dapat berevolusi menjadi ancaman yang nyata ketika kepentingan dan kehormatan Negara kita terusik. Dimensi ancaman kedua ancaman yang menjadi prioritas untuk ditangkal yaitu Ancaman yang sangat Nyata yang sedang dan kemungkinan dapat dialami oleh negara-negara kawasan baik secara sendiri-sendiri atau yang bersifat lintas negara diantaranya adalah; Ancaman Terorisme dan Radikalisme, Separatisme dan Pemberontakan Bersenjata, Bencana alam dan lingkungan, Pelanggaran Wilayah Perbatasan, Perompakan dan Pencurian Sumber Daya Alam, Wabah penyakit, Perang siber dan Intelligen serta Peredaran dan Penyalahgunaan narkoba,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menuturkan, ancaman bagi bangsa saat ini tengah banyak terjadi di daerah-daerah terpencil. Pasalnya masayarakat di daerah belum mendapatkan sosialisasi secara utuh tentang pemahaman cinta tanah air, Pancasila, dan pemahaman ideologi Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). “Karena itu amat diperlukan orang-orang yang sudah mendalam ilmunya itu disebar ke 3T, Terdepan, Terluar, dan Terdalam itu. Karena perbatasan-perbatasan itu yang rawan. Ini perlu kita sosialisasikan,” katanya.
Berbagai ancaman pemahaman  keagamaan di daerah juga menjadi keresahan para ulama pesantren dan cendikiawan yang hadir dalam halaqah tersebut, seperti ulama dari Papua, NTT, Manado, Gorontalo, dan dari Palu. “Jadi mereka merasakan di daerah-daerah itu tak terjangkau seperti di Palu, di Gorontalo. Misalnya dari satu kecamatan ada 13 desa, yang disiapkan dengan dai Aswaja hanya tiga desa dari 13 desa, jadi ada delapan yang belum terkena sentuhan Aswaja dan bela negara,” tutupnya.(mia)