Dampak PSBB Bagi PAD Kota Depok

DepokNews- Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok mengalami penurunan, hal ini dampam dari penerapan PSBB. Terutama PAD yang bersumber dari pajak restoran, hotel dan parkir akibat dari penutupan mall dan pusat bisnis lainnya di Depok.

“Pajak hotel, restoran, parkir tidak ada yang disetorkan kepada kita sejak penerapan PSBB karena pada tutup dan sepi,” kata Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Depok Nina Suzana.

Disaat sama, pada penerapan PSBB ini, BKD memberikan kemudahan kepada hotel, restoran, parkir menunda pelaporan. Terus PBB juga kita berikan keringanan kepada masyarakat berupa penghapusan denda 2019 hingga Juni 2020.

“Kalau mereka bayar PBB sebelum berakhir bulan Juni 2020, denda PBB di tahun 2019 kita hapuskan,” katanya.

Target PAD tri wulan pertama, drop hanya terkumpul tak sampai 10 persen. Biasanya lanjut, Nina tri wulan pertama pihaknya sudah mencapai 20 persen dari target tahunan.

“Biasanya seperti contoh PBB aja, satu hari kita bisa nerima itu sekitar Rp1-3 miliar. Sementara saat ini perharinya di pelayanan online kita selama Covid-19 ini, paling nerima sekitar Rp100-200 juta. Jauh sekali turunya,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sambung Nina, sesuai aturan dari Pemendagri dan Permenkeu, pihaknya tengah melakukan refocusing seluruh anggaran program yang ada di dinas atau OPD. Termasuk Dana Alokasi Unum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat juga mengalami penurunan.

“DAU Pusat turun 10 persen dan DBH Pusat turun 23 persen, semua turun dana-dana dari Pusat. Termasuk DBH Provinsi juga turun, cuman memang SK Gubernurnya belum ada turunya berapa persen, tapi kita sudah antisipasi bakal turun sebesar 20-25 persen,” ucap Nina.

Karena seluruh pundi-pundi pendapatan (PAD) Kota Depok mengalami penurunan, sehingga pihaknya mengurangi seluruh kegiatan di dinas atau OPD. Dan dananya dialokasikan untuk pembiayaan penanganan Covid-19 di Kota Depok.

“Ini refocusing nya,” ucapnya.

Nina menjelaskan, anggaran di Dinas atau OPD yang dikurangi berupa anggaran belanja langsung atau anggaran yang tidak terlalu penting.

“Misalnya, kita kurangi anggaran biaya makan-minun dia (OPD), rapat-rapat koordinasi, bimtek, pelatihan, sosialisasi hingga proyek-proyek fisik yang tidak mungkin untuk dilaksanakan. Itu yang coba kita drop disesuaikan dengan kondisi saat ini,” jelasnya.

Seperti diketahui, sesuai Keputusan Menkeu 10/KM/7/2020, terdapat 380 daerah se-Indonesia yang mendapat sanksi penundaan DAU dan/atau DBH. Sanksi diberikan lantaran pemerintah daerah tidak menyampaikan laporan realokasi/penyesuaian APBD Tahun 2020 secara lengkap dan benar untuk menangani Covid-19 di daerah.

Disebutkan, penundaan penyaluran DAU sebesar 35 persen dari besarnya penyaluran DAU setiap bulan terhitung sejak Mei 2020. Penyaluran baru akan dilakukan kembali jika pemerintah daerah sudah menyampaikan laporan penyesuaian APBD Tahun 2020 secara lengkap dan benar kepada Menkeu.(mia)