Asuransi Syariah Berbeda dengan Asuransi Konvensional, Benarkah?

Oleh: Husna Bara’ah, Mahasiswi STEI SEBI

DepokNews — Dalam asuransi, terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis atau peserta asuransi. Skema asuransi yang umum dilakukan yaitu berupa pembayaran premi oleh peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. Premi ini kemudian yang akan digunakan oleh perusahaan asuransi untuk memberikan pembayaran atas kerusakan, kehilangan, atau meninggalnya tertanggung yang besaran manfaatnya telah ditetapkan pada hasil pengelolaan dana.

Dalam jurnal “Public Awareness, Understanding and Attitudes towards Interestfree Insurance (Takaful) Services Evaluation by Education Level: Survey Based on Empirical Analysis for Turkey” oleh Murat Ustaoğlu dari Istanbul University, Turkey meneliti tentang kesadaran, pemahaman, dan perlakuan masyarakat terhadap takaful (asuransi syariah) yang di pengaruhi oleh pendidikan di Turki.

Yang menarik dari jurnal tersebut adalah disebutkan bahwa masalah utama dalam keuangan islam saat ini adalah keraguan di benak orang-orang apakah aplikasi dan praktik keuangan islam sesuai dan sah menurut hukum islam. Dalam artikel ini, akan saya coba paparkan tiga perbedaan antara Asuransi Syariah (Takaful) dengan Asuransi Konvensional.

Di masyarakat ada beberapa anggapan yang mengatakan bahwa “syariah” hanyalah label supaya dapat melegalkan yang ilegal dalam aturan islam. Bagaimana dengan Asuransi syariah sendiri? Apakah hanya label namanya saja yang berubah ataukah konsep dasarnya memang sudah syariah?

Pertama, bisnis utama dalam asuransi adalah resiko. Dalam asuransi konvensional, yang terjadi adalah berupa jual beli resiko. Ketika peserta asuransi membayarkan premi kepada perusahaan asuransi, disanalah terjadi transfer risiko. Risiko dari tertanggung akan berpindah seutuhnya kepada perusahaan asuransi. Ketika tertanggung tidak mengalami suatu hal yang menyebabkan klaim, seluruh premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan asuransi. Pun sebaliknya, jika tertanggung mengajukan klaim, maka perusahaan akan kehilangan seluruh premi yang telah dibayarkan dan akan menguntungkan peserta. Terjadi lah transaksi judi atau zero sum game (keuntungan satu pihak dengan merugikan pihak lain seutuhnya).

Bagaimana dengan takaful? Konsep dasar dalam bisnis resiko di takaful adalah berbagi resiko (sharing risk). Seperti umpama dalam suatu kelas, tiap anggota membayarkan uang untuk kas kelas yang akan digunakan bersama secara sukarela apabila ada seseorang yang terkena musibah. Maka, resiko dalam takaful dibagi bersama, peserta asuransi  menghibahkan premi yang dibayarkannya untuk menanggung resiko bersama dengan peserta asuransi lainnya. Tidak ada unsur judi dalam transaksi ini.

Kedua, premi yang dibayarkan oleh pemegang polis di asuransi konvensional diakui sebagai pendapatan perusahaan. Maka dalam laporan keuangan akan masuk di akun pendapatan di laba rugi. Padahal, sejatinya masih ada hak pemegang polis dalam premi yang dibayar tersebut.

Dalam takaful, premi yang dibayarkan oleh pemegang polis tidak diakui menjadi pendapatan oleh perusahaan takaful, melainkan menjadi Dana Tabarru’. Adapun pendapatan perusahaan berasal dari ujroh/fee yang diambil dari premi yang besarannya sesuai dengan kesepakatan. Dalam laporan keuangan pun, ada pencatatan khusus yaitu Laporan Surplus Defisit Dana Tabarru’ sehingga pencatatan antara hak perusahaan dengan hak peserta asuransi tidak tercampur.

Ketiga, mekanisme pengelolaan dana dalam asuransi konvensional lebih banyak yang merugikan pihak peserta asuransi. Apabila terjadi surplus (keadaan dimana premi lebih besar dibanding klaim) atau mendapat hasil investasi, maka hanya akan menguntungkan pihak perusahaan saja karena premi diakui milik perusahaan. Pengelolaan dana dalam investasi yang mengandung riba juga merupakan praktik ketidakadilan. Pun ketentuang hilang atau hangusnya dana apabila peserta tidak meneruskan membayar premi atau mengundurkan diri.

Dalam takaful, peserta asuransi adalah pemilik dana premi (sohibul maal) dan perusahaan asuransi adalah pengelola (mudharib). Hasil investasi yang didapat dari pengelolaan dana premi akan dibagi antara keduanya berdasarkan nisbah bagi hasil yang disepakati. Begitu juga apabila terjadi surplus, alokasi dari surplus juga dibagi antara peserta, pengelola, dan cadangan dana tabarru’. Mekanisme ini tentu lebih mengandung asas keadilan dibanding dengan mekanisme asuransi konvensional.

Berdasarkan tiga penjelasan tersebut, dapat dilihat perbedaan antara asuransi syariah atau takaful dengan asuransi konvensional. Pencerdasan terkait keuangan syariah harus gencar dilakukan oleh semua pihak baik pemerintah, Lembaga Keuangan Syariah, dan masyarakat khususnya ummat islam pun harus pro aktif untuk mencari tahu tentang hal tersebut untuk mendukung terwujudnya sistem yang islami dan bebas dari maysir, gharar dan riba.

Sumber:

Sepky, Ai Nur, Sri, Erina. (2017). Akuntansi Asuransi Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Ustaoğlu, M. (2015). “Public Awareness, Understanding and Attitudes towards Interestfree Insurance (Takaful) Services Evaluation by Education Level: Survey Based on Empirical Analysis for Turkey”. Journal of Asian and African Studies , 1.