Pentingnya Seorang Sutradara Merumuskan Gagasan Dan Paradigma Berteater

Oleh: Zak Sorga

DepokNews — Seorang sutradara harus mampu merumuskan konsep dan paradigma berkesenian sesuai kondisi yang dia hadapi ditempat dia menyutradarai atau mengajar.

Angga yang mengajar di Sekolah Master, dimana latar belakang muridnya terdiri dari anak-anak jalanan, pengamen, pemulung haruslah didekati dengan gaya berbeda dan tidak mungkin sama dengan yang dihadapi oleh Pak Imam yang mengajar di SDIT dimana murid-muridnya untuk masuk sekolah saja uang mukanya sampai 18 juta dan 20 juta rupiah. Lain juga dengan yang dihadapi oleh Bedjo yang mengajar di SMU Negeri, yang latar belakang sosial dan tingkatan umurnya remaja. Berbeda juga dengan kondisi di Teater Kanvas, dimana  para aktornya rata-rata sudah dewasa  dan berkeluarga.

Paradigma berkesenian masing-masing sutradara akan melahirkan sebuah kemandirian dalam berfikir, bersikap dan berkarya.

Proses berkesenian bukanlah bertumpu pada pertunjukan di atas panggung. Melainkan jalan panjang yang penuh dengan tahapan perencanaan, latihan dan nilai kehidupan.

Dari sinilah akan lahir bentuk-bentuk teater sesuai paradigma dan rumusan kesenian masing-masing sutradara. Akan lahir Teater Penyadaran, Teater Pengobatan (terapi), teater protes, teater pergerakan, teater ekspresionis, atau teater konvensional yaitu teater realisasi dan naturalisyang memainkan kisah sehari-hari dalam kondisi normal.

Oleh karenanya saya menganjurkan antum semua selain mengajar di sekolah juga mempunyai teater independent diluar sekolah, yang bisa menjadi alat ekspresi antum secara independent dalam mensikapi keadaan sosial atau politik yang ada di masyarakat. Anggotanya (kalau merasa terlalu repot) tidak usah terlalu banyak cukup dua atau tiga orang. Yang penting punya gagasan: gagasan naskah (isi), gagasan penyutradaraan (bentuk visual dan keaktoran) dan Gagasan kesenimanan.

Tapi Gagasan Kesenimanan (untuk apa kita memilih jadi seniman) tidak akan pernah bisa kita dapat sebelum kita mempunai Gagasan Hidup.

Hal-hal yang perlu di perhatikan oleh sutradara

  1. Mengapa mementaskan sebuah naskah
  2. Siapa yang akan memainkan peran (tokoh-tokoh) yang ada dinaskah
  3. Siapa yang akan menonton
  4. Tampil di gedung mana atau tempat apa?
  5. Tata cahaya, tata musik, tata panggung bagaimana musti diolah.

Seorang sutradara harus benyak mempelajari dan membaca berbagai naskah. Untuk menemukan pengalaman batin, pergolakan fikiran dan berbagai nuansa dan atmosfir dramatik dalam naskah-naskah tersebut.

Sebuah gagasan dalam pertunjukan teater sangat penting bagi seorang sutradara , dan dia harus memahami itu, hal ini untuk menguatkan komunikasinya  dengan penonton. Tidak hanya komunikasi verbal (ucapan dan fikiran), tapi juga komunikasi rasa dan atmosfir perubahan yang diusung oleh sebuah pertunjukan. Kalau pertunjukan teater sudah sampai pada tahapan ini pagelaran teater karya seorang sutradara tidak lagi sekedar dinilai dari hal-hal teknis secara hitam putih (perannya bagus/jelek, benar/salah atau artistiknya canggihkah, indah atau yang lain-lain).

Orang akan menonton teater   dengan melihat sebuah gagasan. Kekurangan-kekurangan teknis yang ada dalam sebuah pertunjukan akan lebar terbungkus oleh dahsyat dan semangat sebuah gagasan. Oleh karenanya semua bentuk teater menjadi sah dan mempunyai ukuran Keindahan nya masing-masing.

Unsur-unsur dalam teater yang harus dikuasai oleh seorang sutradara:

  1. Sastra : cerita/lakon , kekuatan bahasa beserta idiom-idiomnya
  2. Seni rupa dan visual
  3. Seni musik
  4. Keaktoran menyangkut soal karakter tokoh, dramatik adegan, ekspresi akting, vokal , penguasaan ruang
  5. Teknik komunikasi diatas panggung, baik sesama aktor , juga aktor dengan penonton. Penonton bukanlah benda mati.

Seorang sutradara harus mampu menghadirkan karakter pemainnya. Jangan terjebak pada Pengadegan global semata.

Penyampaian sebuah gagasan dapat ditampilkan melalui dialog atau alur cerita, visual, musik, optimalkan semua unsur dramatik dan kekuatan.

Sangat naif jika mendengar seorang sutradara ati ide dan gagasan. Gagasan itu berserakan di banyak tempat, kita harus rajin memungutinya. Untuk menemukan berbagai gejala sosial, politik, budaya dan lain-lain  yang akan kita jadikan sebagai gagasan, hati kita perlu sensitif (peka dan halus). Sensitifitas ini jangan dibiarkan tumpul,  harus terus kita latih melalui latihan-latihan raga, fikiran, rasa dan jiwa.

*Artikel ini disampaikan ole Zak Sorga dalam Diskusi penyutradaraan yang diselenggarakan oleh Forum Sutradara  bertempat di Sanggar Zak Sorga/Teater Kanvas. tanggal : 18 Maret 2017. Pencatat: Imam (Guru Teater SDIT DARBI)